Nostalgia(?)


Tak tahu mengapa. Tiba-tiba saja jari-jemari ini tak kuasa menahan rasa ingin memencet tombol-tombol huruf di keyboard dan merangkainya menjadi kata-kata penuh arti. Jadilah aku menulis di blog ini. Aku sudah berada di usia yang tidak remaja lagi, 20 tahun! Aku sudah setua itu di samping sifatku yang masih seperti seorang remaja. Masih plin-plan, belum menemukan apa yang sebenarnya aku inginkan, dan aku merasa belum mencapai apapun di usiaku ini. Sudah hampir memasuki semester 4. Dan... semester 3ku..yahh, tidak semanis yang kuharapkan. Di semester ini, aku merasa masih belum menemukan diriku. Sebenarnya siapa aku? Apa yang aku inginkan? dan apa pula yang aku cari di dunia ini? Pikiranku benar-benar kosong tentang itu semua. Memilih jurusan Teknik Geodesi pun, sebenarnya aku masih tak ingat mengapa aku memilih jurusan ini waktu di kelas 12 dulu. Konyol memang. Tapi aku rasa mungkin memang ini yang Tuhan tunjukkan untukku. 


Mungkin tadi adalah sedikit curahan hatiku di usiaku saat ini. Tiba-tiba ingin bernostalgia masa-masa kecilku. Dimana tidak ada beban yang berarti. Hanya bermain mengarungi seisi dusun dengan teman-temanku. Hahaha. Sebelumnya, aku ingin menyampaikan bahwa aku memang bukan siapa-siapa. Aku adalah golongan orang-orang biasa yang merasakan pahit manisnya hidup. Yah, kurang lebih hampir sama seperti orang lain pada umumnya (mungkin?). Mengapa aku menulis ceritaku di blog ini? Entahlah, hanya ingin menulis saja. 


"Meskipun aku bukan siapa-siapa bagi orang lain, setidaknya aku adalah orang yang berharga bagi diriku sendiri dan keluarga. Aku adalah seseorang yang berarti." ~ Aku


Ini adalah masa-masa keciku. Sekitar usiaku antara 4-9 tahun. Walaupun memang aku merasa berbeda dengan teman-temanku saat itu, aku tetap merasakan kebahagiaan sebagai seorang anak kecil yang senang bermain. Dulu, teman-teman terbaikku adalah teman satu dusun. Pagi, siang, sampai sore. Setiap hari adalah hari-hari bermain yang menyenangkan. Kami adalah anak desa yang senang bermain menjelajahi alam. Mungkin lebih tepatnya menjelajahi sesisi dusun. Agak lucu memang, tapi begitulah adanya. Di sawah mencari sarang burung, lebih tepatnya mencari telur burung di sarang itu yang biasanya ada di hamparan padi yang sudah menjulang tinggi, mencari keong sawah, mandi di sungai kotor (saat mengingat ini, aku baru menyadarinya bahwa itu sedikit menjijikkan), bermain masak-masak di kebun dengan api betulan (sempat ketahuan oleh bulikku dan berakhir kena semprot, alhasil kami kabur), menangkap capung menggunakan jebakan dari lidi yang ditancapkan kedua ujungnya ke batang pohon singkong lalu menutup lubang besar yang dihasilkan dari lengkungan lidi menggunakan sarang laba-laba, mencari lempung (tanah liat) di sungai, dan masih banyak sebetulnya. 


Dulu, kami juga seorang atlet. Bermain kasti, gobak sodor, sepedaan seharian, badminton, seprengan (lompat tali), dan tidak bisa disebutkan satu per satu sepertinya. Dulu, kami juga belajar berwirausaha. Saat SD atau TK, aku sedilit lupa. Aku dan beberapa teman perempuan sedusunku berjualan kopi! Yaa. Sangat mengesankan. Semua itu kami lakukan bukan dengan tujuan untuk mendapatkan uang, tapi untuk bermain. Biar kuberi tahu suatu rahasia kami. Mungkin inilah saatnya rahasia kami akan terungkap. Waktu itu, kopi yang kami jual adalah kopi yang ada di rumahku. Aku mengambilnya diam-diam dan untungnya seisi rumah tidak tahu, lalu menjalankan bisnis itu dengan temanku (ini adalah rahasia). Target penjualan kami waktu itu adalah anak laki-laki yang sedang kelelahan bermain, jadi otomatis mereka akan haus, dan membeli kopi kami. Itulah cuplikan cerita bahagiaku dulu. 


Tadi itu adalah cerita nostalgia yang bahagia. Kini, biar kuberi tahu sesuatu. Cerita-cerita tadi berbalik seratus delapan puluh derajat ketika aku berada di sekolah, tepatnya saat aku berada di Taman Kanak-Kanak (TK). Dulu, aku memang orang yang tidak begitu banyak omong dan hanya bicara saat diajak bicara. Lain kata, aku tidak pernah berinisiatif untuk memulai percapakan dengan orang baru. Alhasil, temanku saat TK hanya dua orang dari tiga puluh anak lainnya. Mengenaskan, bukan? Aku selalu menjadi incaran anak-anak geng yang berkuasa untuk dijadikan bahan tertawaan mereka, bahkan menyuruhku melakukan ini-itu yang tidak jelas. Saat TK dulu, ketika masuk waktu istirahat, di saat yang lain keluar untuk bermain bersama, aku lebih memilih untuk bermain menyusun balok (potongan-potongan kayu yang memiliki bentuk-bentuk semacam kubus, prisma, dan beberapa bentuk unik) di dalam kelas. Hal lain yang biasanya kulakukan selain menyusun balok-balok kayu adalah menunggu berakhirnya jam istirahat dengan berdiri bersender di samping pintu sambil melihat teman-teman bermain. Yaa, hanya melihat. Waktu itu aku tak menyadari sifatku yang seperti itu, yang sulit untuk bergaul dengan orang baru. 


Di saat anak-anak lain ditemani orang tua (biasanya ibu), aku berangkat dan pulang berjalan kaki sendirian dari rumah sampai sekolah. Walaupun saat TK kecil, aku sering diantar wak (sebutan tante di daerahku), tapi seiring berjalannya waktu, aku berani untuk berangkat dan pulang sendiri. Oh ya, dulu aku sekolah di TK Islam An-Nur, namanya. Jaraknya sekitar 900 meter dari rumah. Kembali ke nasibku bersama teman-teman (entah bisa disebut teman atau tidak) di Taman Kanak-Kanak, sempat suatu saat aku sedang memperhatikan Bu Guru, lalu tiba-tiba tanganku terasa sakit cekittt... Dan ternyata, entah apa motifnya, dua orang teman di sampingku bersekongkol untuk mencubit kulit tanganku dengan cubitan yang sangattt kecil, tapi sakitnya minta ampun. Sampai sekarang aku benar-benar tidak paham apa alasan mereka melakukan hal itu. Mungkin karena aku terlihat lemah dan cocok menjadi santapan empuk bagi mereka. Namun, yang aku lakukan bukannya menangis. Tapi hanya diam. Aku memendam semua rasa sakit itu, dan melihat mereka tertawa. Itu hanya sedikit dari kejadian yang aku alami di masa Taman Kanak-Kanak. 


Hal yang aku senang dari masa TK ku hanya sate ayam depan sekolah dan dua orang teman yang setia menemaniku saat waktu istirahat berlangsung. Lalu, selama di TK, apakah aku sama sekali tidak pernah bermain ayunan, bola dunia, perosotan, dan lain-lain? Sama sekali salahh! Aku bermain semua permainan itu saat pulang sekolah. Saat anak-anak lain sudah pulang. Saat itulah aku bisa menikmati fasilitas bermain di TK dengan menyenangkan, walaupun tidak semenyenangkan bermain dengan teman-teman di dusun. Saat ini, ketika umurku menginjak kepala dua, aku berpikir semua itu bukanlah hal yang patut dianggap wajar. Jika hal seperti itu terjadi padaku, ada kemungkinan juga terjadi pada anak-anak lain. Mungkin anak-anak yang punya bibit-bibit membully itu hanya menonton sinetron di rumahnya, hahahhaa. Jadi mereka menirunya (?), hmm bisa jadi. Atau mungkin memang sudah hukum alam, yang terlihat lemah akan dimangsa. Namun, aku merasa tidak selemah itu. Aku diam karena bagiku percuma saja aku bersuara, siapa yang akan mendengar? Mengadu pun, tidak akan ada gunanya. Lebih baik diam dan tahan, itulah pikirku dulu. Bagiku, Taman Kanak-Kanak yang seharusnya menjadi taman bermain yang menyenangkan malah berubah menjadi taman gersang yang tidak ingin kukunjungi, melihatnya pun membuat mata kering.  


"Orang diam, bukan berarti dia lemah. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya menjadi orang yang terlihat lemah." ~ Aku

Bersambung......


Jari-jemariku sudah terlihat kewalahan. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk merebahkan mereka sejenak. Itu tadi hanyalah sepenggal history masa kecil yang tiba-tiba teringat di kepalaku. Mungkin aku akan menggerakkan jemariku lagi dan memencet-mencet keyboard laptopku, melanjutkan tulisanku di postingan selanjutnya, entah itu kapan.... See you :)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Iblis

The true me

Buyar